Pemerintah

Wagub Sultra Dorong Hilirisasi dan Ekspor Non-Tambang sebagai Penggerak Ekonomi Baru

Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Hugua, M.Ling, menegaskan pentingnya konsolidasi ekspor non-tambang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah dan kemandirian ekonomi daerah. Hal ini disampaikannya dalam forum audiensi bersama para pelaku ekspor di Hotel Zahra Syariah Kendari, Selasa (29/7/2025), dengan mengangkat tema “Merebut Peluang Ekspor Non-Tambang Sultra dari Tangan Orang Lain.”

Audiensi ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari OPD teknis lingkup Pemprov Sultra, Bank Indonesia, BUMN/BUMD, asosiasi pengusaha seperti HIPMI dan KADIN, hingga pelaku UMKM dan manajemen PT Pelindo. Forum ini menjadi ruang konsolidasi untuk membahas strategi memperkuat posisi Sultra dalam rantai perdagangan global, terutama dari sektor-sektor non-tambang yang selama ini dinilai belum optimal.

“Lautnya oke, daratnya oke, komoditasnya keren-keren. Tapi kenapa nilai ekspornya justru dicatat di provinsi lain seperti Surabaya dan Jakarta, padahal produksinya dari kita?”
Ir. Hugua, M.Ling, Wakil Gubernur Sultra

Wagub menyoroti bahwa banyak komoditas unggulan Sultra, khususnya dari sektor pertanian dan perikanan, justru diekspor melalui provinsi lain. Akibatnya, kontribusi ekspor Sultra dalam statistik nasional tidak mencerminkan potensi riil daerah. “Kita harus merebut kembali nilai tambah itu agar produk-produk kita benar-benar terdata sebagai ekspor dari Sultra,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa langkah konsolidasi telah dimulai di sektor perikanan dengan menggandeng Bea Cukai, Badan Karantina, Pelindo, hingga perusahaan pelayaran. Hasilnya, tercatat ekspor perikanan mencapai 98 ton — sebuah angka yang sebelumnya tak tercermin dalam laporan ekspor daerah.

“Sektor tambang menyumbang 94 persen dari total ekspor Sultra, sementara non-tambang hanya 6 persen. Padahal kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mencapai 23 persen. Ini jadi pekerjaan rumah bersama.”
Wakil Gubernur Sultra

Wagub juga mengingatkan bahwa ketergantungan pada sektor tambang tidak dapat berlangsung selamanya. Dengan cadangan yang kian menipis, Sultra harus mulai beralih pada sektor-sektor yang lebih berkelanjutan, seperti industri kreatif, pertanian, dan perikanan. Ia juga menekankan pentingnya hilirisasi agar produk daerah bisa naik kelas dan memiliki daya saing di pasar global.

Senada dengan itu, Taufik Sato dari Bea Cukai Kendari memaparkan bahwa sebagian besar ekspor komoditas non-tambang Sultra saat ini justru didaftarkan melalui provinsi lain. Misalnya, komoditas nilam asal Kendari kerap diekspor oleh perusahaan dari luar daerah, sehingga nilainya tidak tercatat sebagai ekspor Sultra. Ia menambahkan bahwa proses ekspor dari Kendari sebenarnya sudah sangat efisien dan berbasis digital, hanya memerlukan satu kali dokumen.

Forum ini pun disambut positif oleh peserta audiensi yang berharap akan terbentuk ekosistem ekspor non-tambang yang kuat. Kolaborasi lintas sektor diyakini menjadi kunci untuk mempercepat transformasi ekonomi Sultra menuju model yang lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Kegiatan ini ditutup dengan pemaparan dari Bank Indonesia, PT Pelindo, dan stakeholder lainnya yang memberikan pandangan strategis dalam mendorong ekspor non-tambang daerah. IKP