Pemprov Sultra Dukung Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, Dorong Literasi Tontonan Sehat di Era Digital

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menegaskan dukungan penuhnya terhadap penguatan budaya literasi media melalui Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM), yang diinisiasi oleh Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sultra. Kegiatan sosialisasi ini secara resmi dibuka oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik sekaligus Plh Sekda Sultra, La Ode Fasikin, di Swiss-Belhotel Kendari, Rabu (16/7/2025).
Hadir dalam kegiatan ini perwakilan Ketua DPRD Sultra, jajaran pimpinan LSF RI, para kepala OPD, perguruan tinggi, Dinas Kominfo Sultra, serta pimpinan media lokal. Sosialisasi GNBSM dimaksudkan sebagai langkah strategis membekali masyarakat, khususnya generasi muda, dengan kemampuan memilah dan memilih tontonan yang sehat dan sesuai usia di tengah derasnya arus informasi digital.
Dalam sambutannya, La Ode Fasikin menyampaikan apresiasi atas kepercayaan LSF RI menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai lokasi kegiatan. Ia menegaskan bahwa film tak lagi bisa dipandang semata sebagai sarana hiburan, melainkan telah menjadi alat edukasi, bahkan pembentuk karakter. Namun, tanpa adanya pengawasan dan kesadaran kolektif, film juga berpotensi memberi pengaruh negatif.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, ia menekankan bahwa peran LSF tidak cukup jika tidak dibarengi dengan literasi media yang kuat di masyarakat. Di sinilah GNBSM memegang peran penting sebagai pendekatan edukatif yang mendorong masyarakat agar memiliki kontrol mandiri terhadap konten yang dikonsumsi.

“Ini bukan hanya soal sensor formal dari lembaga. Tapi bagaimana kita semua—orang tua, pendidik, pemerintah, hingga media—bersama-sama membangun budaya menonton yang sehat dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa gerakan ini sejalan dengan visi pembangunan daerah Sulawesi Tenggara yang menekankan pada penguatan sumber daya manusia. Literasi tontonan menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan karakter, ketahanan budaya, dan kecerdasan digital masyarakat. Ia mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengintegrasikan nilai-nilai GNBSM dalam pendidikan formal dan nonformal, termasuk di lingkungan keluarga dan komunitas.
Sementara itu, Ketua Subkomisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam memilah tontonan yang sesuai usia, terutama bagi anak-anak dan remaja. Menurutnya, film yang dikonsumsi dengan bijak dapat menjadi sumber inspirasi dan edukasi, bukan sebaliknya.
Senada dengan itu, Ketua KPID Sultra, Fadli Sardi, menggarisbawahi bahwa anak-anak, remaja, dan perempuan merupakan kelompok paling rentan terhadap pengaruh media. Tanpa pengawasan orang tua dan literasi yang memadai, tingginya konsumsi media berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap perkembangan mereka. Ia menekankan pentingnya penegakan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai landasan etik dan hukum dalam penyiaran.

Ketua Subkomisi Teknologi Penyensoran LSF RI, Satya Pratama, turut menyampaikan bahwa GNBSM adalah bentuk ajakan untuk membangun kesadaran kolektif. Ia tidak hanya ingin menanamkan budaya sensor dari luar, tetapi mendorong masyarakat untuk menyaring sendiri konten yang dikonsumsi, agar lebih mandiri dan bertanggung jawab dalam menghadapi gelombang informasi digital.
La Ode Fasikin menutup sambutannya dengan optimisme bahwa gerakan ini akan membawa manfaat nyata, tak hanya sebatas kegiatan seremonial, tapi juga sebagai pintu masuk kolaborasi yang berkelanjutan antara pusat dan daerah. “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, kegiatan Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri ini secara resmi saya buka. Semoga kegiatan ini membawa manfaat nyata bagi kita semua,” pungkasnya.